Judul Buku : Amangkurat: Mendung Memekat di Langit Mataram
Penulis : Ardian Kresna
Penerbit : Diva Press
Tahun Terbit : November, 2012
Tebal : 448 halaman
Penulis : Ardian Kresna
Penerbit : Diva Press
Tahun Terbit : November, 2012
Tebal : 448 halaman
Kekuasaan
Mataram bergejolak pasca Sultan Agung mangkat. Amangkurat, putra mahkota tak
mampu memegang kearifan kepemimpinan sang ayah. Di tangan pewaris tahta, tapuk
kepemimpinan Mataram berubah wajah. Kekuasaan Mataram menjadi bengis. Karakter
kepemimpinan Amangkurat keras. Gaya memimpin itu membuat ia banyak tak disukai
orang istana maupun kerajaan-kerajaan lain yang berada di bawah pengaruh
Mataram.
Prahara
Mataram bermunculan. Gerakan oposisi Amangkurat dikumandangkan dari dalam dan
luar istana. Di awal pemerintahan Amangkurat, banjir darah dan tumbal terjadi
sebagai ekspresi pemberontakkan. Tumenggung Pasingsingan dan putranya Agrayuda,
dibunuh lalu leher mereka dipenggal karena keduanya dianggap menghasut Pangeran
Alit melakukan pemakzulan tahta Amangkurat. Nasib malang juga dialami Pangeran
Alit, ia meninggal muda akibat niatnya ingin menggulingkan kekuasaan kakaknya,
Amangkurat.
Rezim
Amangkurat benar-benar murka pada siapa pun berani menentang titah sang raja.
Oposisi dihabisi, siapa pun dia. Kematian Tumenggung Pasingsingan, Agrayuda,
dan Pangeran Alit menjadi babak sejarah hitam Mataram. Amangkurat menumpas
pemberontak. Sesepuh, ksatria, ulama, abdi dalem, prajurit, dan siapa saja
merongrong kewibawaan kekuasaan Amangkurat ditumpas dengan cara keji, biadab.
Novel
mengisahkan lembaran sejarah kelam Mataram ketika dipimpinan Raja arogan Amangkurat.
Kesewenang-wenangan dan kekejaman Amangkurat Agung telah tergambar jelas sejak
awal menduduki singgasana Mataram. Bukan saja keturunan biologis disingkirkan
demi menjaga kekuasaan, kaum santri menentang kebijakan Amangkurat membangun
benteng Istana Plered tanpa upah—mereka semua dibabat habis Amangkurat dan
pasukannya.
Cara
pemerintahan Amangkurat Agung begitu aneh. Orang-orang tua disingkirkan dari
jabatannya dan kemudian dibunuh satu per satu dengan cara-cara yang licik dan
keji. Teman-teman lama ayahnya yang turut membesarkan Mataram semakin banyak
yang menghilang satu demi satu. Beberapa di antaranya bisa saja karena memang
sudah berusia lanjut, tetapi kebanyakan karena telah mati dibunuh di atas
perintah Raja. (hlm 53).
Amangkurat
Raja haus darah, tahta, dan bahkan wanita. Kenikmatan dunia membawanya pada
kehidupan nista. Ia dibutakan ambisi, libido, dan sihir kekuasaan. Bisikan
setan mewarnai perjalanan panjang kepemimpinan Amangkurat yang membawa
kekuasaan Mataram pada dunia dipenuhi kejolak: penolakkan dan pemberontakkan.
Firasat Buruk
Tanda-tanda zaman kehancuran Mataram
di bawah Raja arogan sebenarnya telah diramal salah seorang dalam istana. Dulunya
ia tangan kanan Sultan Agung. Kangmas Pangeran Purboyo merupakan salah satu
sesepuh kerajaan Mataram. Kangmas Purboyo memiliki kemampuan membaca kejadian masa
lampau. Tentang masa kelam Mataram ia prediksi ketika pada suatu kesempatan
Kangmas Purboyo berbincang dengan Adimas Wiroguna, orang dalam kerajaan.
Jelang keberangkatan Kangmas Purboyo
ke Blambangan untuk mengusir pasukan Bali yang menguasai wilayah ujung wetan Jawa atas perintah Kanjeng
Amangkurat Agung, Kangmas Purboyo gelisah. Hati, pikiran, dan tindakan
berkecamuk sekaligus tak percaya dengan firasat-kenyataan. Ia menggelisahkan
kepemimpinan Amangkurat yang egois. Hampir semua saran dan nasihat demi
kebaikan Mataram sering kali ditentang raja muda itu.
“Engkau mempunyai firasat apa,
Kangmas Purboyo?” Tanya Patih Wiroguno heran. “Perang saudara setelah generasi
kita kelak, Adimas. Sungguh hal itulah yang sering kali aku cemaskan. Perasaan
itu seperti menghantuiku setiap saat. Ah….Jika benar-benar terjadi, semoga saja
umurku tak sampai terlalu panjang sehingga aku tak melihat kejadian yang
mengerikan itu.
Patih Wiroguno terkesiap mendengar
ucapan Pangeran Purboyo yang tertekan itu. Matanya yang semakin mengabur
seperti sedang menerawang jauh ke masa depan. Masa yang penuh dengan konflik
untuk memperebutkan tahta oleh sesama keturunan Panembahan Senopati, sang
pendiri Mataram. Apa yang diucapkan oleh saudara mendiang Sultan Agung itu
tergambar begitu jelas di benaknya. Dan, tanda-tanda ke arah perang saudara
sudah mulai tampak. (hlm 51-52).
Gejolak Mataram sejak awal hingga
beberapa tahun Amangkurat memimpin terus terjadi. Kudeta kekuasaan keturunan
biologis Sultan Agung tak pernah redup. Riak-riak perlawanan kesewenangan
Amangkurat datang silih berganti dari dalam istana Mataram, kerajaan Cirebon,
Bali, Ujung Pandang, Kalimantan, Madura, Pati, dan kerajaan lain.
Titik
balik sejarah hitam Mataram menjadi fakta memilukan. Koalisi pasukan Trunojoyo
mengobrak-abrik Mataram. Amangkurat dan keluarga berhasil menyelamatkan diri
menuju Betawi. Dalam pelarian, akhir cerita hidup mengenaskan menjadi takdir
nasib mendedah Amangkurat. Ia meninggal akibat sakit dan racun dimasukkan ke
dalam air yang diminum Amangkurat oleh putra sendiri, Raden Mas Tejoningrat.
Ardian, lewat novel ini, membawa
imaji pembaca pada babakan histori Mataram diliputi kegelapan. Amangkurat membawa
kekuasaan Mataram pada zaman kemunduran. Arogansi kepemimpinan Amangkurat ditebus
ongkos mahal: pemberontakkan dan penggulingan kekuasaan Mataram. Tragis.
saya tambahi informasi ya... http://fiksi.kompasiana.com/novel/2014/02/28/novel-mengutip-novel-curhat-colongan-penulis-amatir-638414.html
BalasHapusUdah katam baca buku ini, ada lanjutanya gk ya. Masih penasaran ni
BalasHapusMGM Grand in Las Vegas - JetXpress
BalasHapusMGM Grand, 하남 출장안마 located at the MGM Grand Hotel & Casino in Las Vegas, Nevada, United 공주 출장샵 States, 광양 출장안마 The $275 million 여주 출장안마 MGM 여주 출장샵 Grand Hotel & Casino is a