Judul Buku : Hari-Hari Terakhir Sukarno
Penulis : Peter Kasenda
Penerbit : Komunitas Bambu
Tahun Terbit : 2012
Tebal : 270 halaman
Penulis : Peter Kasenda
Penerbit : Komunitas Bambu
Tahun Terbit : 2012
Tebal : 270 halaman
Penggulingan
kekuasaan Sukarno melalui skema politik cerdik yang bengis: tragedi Gerakan 30
September 1965 Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI), peristiwa Surat Perintah 11
Maret 1966 (Supersemar) yang menyulut kontroversi, dan ketetapan MPRS No.
XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut mandat Sukarno sebagai presiden—rentetan
peristiwa politik tersebut telah merubah jalan nasib Bung Karno.
Pasca kejadian
memilukan itu, Sukarno berada pada titik ketidakberdayaan. Kekuasaan yang
sebelumnya ia genggam hingga menjadikan Bung Karno sebagai Presiden Seumur
Hidup, menjadikan ia sebagai Pemimpin Besar Revolusi, perlahan kharisma dan
ketokohan bahkan pengaruh Sukarno semakin meredup.
Kudeta kekuasaan
dibumbuhi penghianatan Soeharto bersama kroninya membuat kisah hidup Bung Karno
justru antiklimaks bahkan paradoks. Pada masa jayanya Bung Karno adalah
pemimpin bangsa yang begitu ditakuti di dalam dan dunia internasional. Pengaruhnya
bahkan dirasakan di seluruh penjuru dunia ketika itu. Bung Karno adalah
pemimpin Indonesia yang mengobarkan api perlawanan pada segala bentuk
kolonialisme dan imperialisme di bumi.
Tetapi,
ketokohan dan pengaruh Bung Karno harus ditebus dengan penghianatan dan kudeta.
Bersama CIA, Soeharto, orang dekat Sukarno, menggerogoti kekuasaan Penyambung
Lidah Rakyat, dengan berbagai tipu muslihat dan kelicikan. Bung Karno ditikam
oleh saudara sebangsa sendiri.
Kekuasan Sukarno
perlahan rontok. Ia tak segarang sebelumnya. Ia tak lagi memiliki taring yang
dapat membakar emosi massa untuk melawan kolonialisme. Kharisma dan kekuasannya
direnggut kudeta Pak Harto. Hari-hari hidup yang dijalani Sukarno dengan penuh
penderitaan dan kesengsaraan.
Buku ini tak
saja melukiskan secara deskriptif kehidupan Bung Karno setelah ia dikudeta
namun dengan penuh refleksi serta kritik sejarah karya ini hadir di hadapan
kita semua. Bagaimana siksaan demi siksaan dialami Sukarno kala itu. Ia
diperlakukan tak adil oleh bangsanya sendiri.
Sejak penyerahan
kekuasaan, Sukarno tak lagi bisa bergema di podium. Inilah kejadian yang terasa
begitu menyakitkan. Sukarno tak bisa jauh dari massa. Seruan dan sorak sorai
massa saat mendengarkan ia berpidato menjadi musik jiwa yang tak bisa
tergantikan. Di sanalah ia hidup sebenar-benarnya. Ia merasa telah menyatu
dengan rakyat. Sukarno merasa dimiliki dan dicintai. (hlm 187).
Namun suasana
itu tak lagi ia dapatkan dalam kehidupan pasca penumbangan kekuasaannya. Ia
dijauhkan dari rakyat dan keramaian. Rezim Soeharto telah membelenggu ruang
gerak politik Bung Karno. Ia disingkirkan dengan sistematis dari gelanggang
politik. Bahkan lebih tragis, Sukarno dipisahkan dari keluarga dalam keadaan
sakit.
Kisah kelabu
pemimpin besar bangsa. Masa akhir kehidupan dan cerita kekuasaan yang memilukan
dari Bung Karno. Kudeta membuat ia dicampakkan negeri yang ia bela sejak muda.
Nama besar, sumbangsih penting ia pada bangsa, serta karakter kuat yang melekat
pada diri Sukarno hendak dilupakan dalam album sejarah modern Indonesia. Cerita
dramatis dan tragis Sang Putra Fajar di akhir kehidupan.
Sebuah buku yang
akan membantu pembaca, terutama generasi muda, tentang seorang Bapak Bangsanya.
Buku ini akan lebih bagus lagi bila dilengkapi dengan gambaran bagaimana
berbagai upaya untuk menenggelamkan nama Bung Karno tidak berhasil. Hingga
sekarang, Bung Karno tetap menjadi idola jutaan warga negeri.
Di dunia
internasional, nama Sukarno juga tak juga surut. Seperti ditunjukkan dalam
peresmian Patung Lilin Bung Karno di Museum Maddame Tussaud di Bangkok pada 24
September 2012 yang lalu.
Sangat disayangkan, Bung Karno dijatuhkan oleh konspirasi banyak orang, hingga kini belum ada pemimpin Indonesia yang idealis, merakyat dan sederhana seperti Bung Karno, komentar juga ya ke blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
BalasHapus