Jumat, 14 Desember 2012

Pemberontakkan Legenda Samurai


Resensi dimuat di Harian Detik Pagi, 15 Desember 2012


Judul Buku      :  Taira No Masakado                                       
Penulis            : Eiji Yoshikawa
Penerbit          : Kansha Books
Tahun Terbit   : Oktober, 2012
Tebal              : 635 halaman



Abad ke sembilan Jepang Timur gempar dengan kehadiran seorang samurai. Namanya Taira No Masakado. Ia anak penguasa Shimosa yang meninggalkan negeri itu karena takdir sejarah. Pada usia empat belas tahun, Kojiro (nama kecil Masakado) berpisah dengan sang ayah—garis nasib yang membawa mereka pada keadaan itu. Yoshimochi, ayah Masakado, meninggalkan anak sulungnya akibat kematian. Jejak ayah terpatri kuat pada diri Masakado, kematian yang meninggalkan titah: wilayah dan kehormatan wajib dijaga dan dipertahankan dengan cara apa pun. Jalan pemberontakkan demi menjaga kesetiaan pada pesan ayah adalah penggalan kisah hidup Masakado ketika ia beranjak dewasa.
Tiga belas tahun meninggalkan tanah kelahiran saat Masakado tumbuh dewasa (16 tahun), ia kembali ke dataran Bando dengan membawa pesan masa silam. Amanah orang tua mesti ia wujudkan. Jelang kematian, ayah Masakado berwasiat pada tiga saudaranya berasal dari Hitachi, Shimosa, dan Kazusa. Warisan sejarah yang mengendap kuat dalam pikiran dan jiwa Masakado.
Tapi, di negeri Bando sejarah menuliskan takdir yang berbeda. Tiga paman Masakado berkhianat terhadap pesan Yoshimochi. Bukannya menjaga warisan saudaranya, Kunika, Yoshikane dan Yoshimasa (tiga paman Masakado), malah merebut kekuasaan, warisan, kehormatan keluarga Masakado dengan cara “kudeta” tanpa darah. Paman Masakado yang serakah, arogan, dan haus takhta menenggelamkan kehidupan Masakado dalam kubangan hitam.
Mereka semua tahu kenyataan yang keji sedang menimpa hidup Masakado dan garis keturunannya. Tanah dan harta benda milik keluarga Masakado dijarah dan dibagi-bagikan oleh para pamannya, serta anak-anak mereka, selama Masakado berada di Ibukota. Masakado pulang kampung dalam keadaan tidak tahu apa-apa soal itu. Setelah hidup di Ibukota selama tiga belas tahun, dia pulang dengan keyakinan bahwa tanah peninggalan ayahnya masih menjadi miliknya. Tapi yang tinggal hanyalah wisma tua yang nyaris kosong di Toyoda dan adik-adik yang tanpa daya, seolah-olah sudah dikebiri. (hlm 209).
Masakado merasa ditusuk dari belakang oleh tiga paman dan keturunannya. Peninggalan ayah tercinta yang dititipkan berupa tanah, peternakan kuda, para budak, dan aset lain serta adik-adik Masakado—semua dirampas melalui penghianatan. Amarah Masakado membuncah. Ia melakukan gerakan, menghimpun kekuatan untuk mengembalikan kehormatan.
Perang dan Kematian
Kudeta dilawan dengan pemberontakkan dan perang. Masakado membentuk barikade atas dasar klan dan kesetiaan. Darah biologis-ideologis ia satukan membentuk pasukan. Adik-adik dan keturunan Yoshimochi yang dipinggirkan oleh politik diskriminasi tiga paman—dipersatukan Masakado. Mereka yang masih loyal dengan ideologi Yoshimochi dihimpun Masakado dengan kekuatan seorang samurai. Singkat kisah, kekuatan Masakado menguat hingga mampu membendung kuasa pemerintahan pusat Kyoto yang dikendalikan tiga paman Masakado.
Kehadiran Masakado dan pengikutnya menjadi ancaman kekuasaan kekaisaran. Perlawanan balik pun terjadi. Perang bergulir dalam banyak rupa dan strategi. Kebangkitan Masakado diiringi dengan isu-isu kudeta, pemberontakkan, dan bahkan munculnya kaisar baru. Perang wacana maupun citra menjadi jalan cerita perjuangan Masakado. Selain itu, perang fisik berkecamuh. Pada 939-940 M perang dramatis antara pasukan Masakado dan kekaisaran pecah. Banjir darah mewarnai tragedi yang diiringi dengan bencana: gerhana bulan, gempa bumi. Kisah perang dramatis yang menjadi akhir jalan perjuangan Masakado. Perang 14 Februari 940 M menutup usia Masakado di angka 38 tahun. Kepala Masakado dipenggal dan diarak ke Kyoto. Simbolisme kematian dalam tradisi perang samurai.
Kemuliaan Samurai
Sejarah samurai di Negeri Matahari Terbit mengagungkan Masakado. Namanya begitu harum, dikenang dan dipuja. Ia merupakan samurai pertama yang setia, lucu, lugu, cinta pada perdamaian, tapi ia dipaksa oleh keadaan yang mengharuskannya menjadi oposisi dengan pusat pemerintahan Kyoto pada zamannya.
Kematiannya dikenang bahkan dimuliakan. Sejarah Jepang mencatat, Masakado sebagai samurai yang patut diteladani dan dikenang sepanjang masa. Kisah hidupnya pun akan terus diabadikan melalui artefak sejarah yang berdiri di jantung kota Tokyo. Di kota itu, didirikan kuil suci Masakado yang begitu menyejarah. Kuil yang tak hanya menyimpan peninggalan, ajaran-ajaran, moral cerita Masakado, tapi juga cerita mistis di baliknya.
Eiji Yoshikawa, novelis sejarah Jepang, mengangkat cerita seorang samurai yang melegenda. Moral kisah sejarah Jepang yang tak hanya mengangkat kejadian masa silam dari seorang tokoh Masakado, namun tradisi, kebudayaan, ajaran-ajaran luhur Jepang yang khas diselipkan dalam kisah novel menarik ini.
Taira No Masakado melengkapi novel-novel Eiji Musashi dan Taiko. Eiji piawai merangkai sejarah Jepang dalam kemasan fiksi (sejarah) yang membawa pembaca merasakan emosi, peristiwa, alur cerita, konflik, keterkejutan, dan adegan-adegan yang dialami Negeri Sakura di masa lalu. Sensasi fiksi itu ditemukan pula dalam cerita Masakado selain di dalamnya ada darah, air mata, dan cinta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar